MAKI: Prestasi Kejagung Mengesankan, Presiden dan DPR Harus Tambah Anggaran Sebagai Wujud Apresiasi
By Admin
nusakini.com - Surakarta - Kinerja lembaga penegak hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) selama ini terbilang sangat kinclong. Bahkan berdasar hasil survei Indikator Politik Indonesia (IPI) Kejagung telah melakukan kerja yang mengesankan masyarakat, terutama dalam kasus penanganan dugaan korupsi langka dan mahalnya minyak goreng.
Karena kinerja Kejagung yang bersinar ini, Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) meminta Presiden Jokowi dan DPR agar menambah anggaran Kejagung sebagai wujud apresiasi atas prestasi lembaga penegak hukum ini.
"Dengan prestasi hebatnya dan ranking survei meningkat, maka semestinya Presiden Jokowi dan DPR menyetujui anggaran sebesar Rp24 triliun sebagai bentuk apresiasi, penghargaan dan hadiah kepada Kejaksaan Agung", kata Koordinatot MAKI, Boyamin Bin Saiman di Surakarta, Minggu (12/6/2022).
Diketahui, berdasar hasil Rapat Kerja Pembahasan Anggaran Penegak Hukum oleh Komisi III DPR untuk tahun anggaran 2023 anggaran untuk Kejaksaan sebesar Rp24 trilun, sementara anggaran tahun berjalan (2022) adalah Rp9 triliun (awalnya Rp11 triliun). Khusus untuk penanganan pidana khusus termasuk korupsi, anggarannya adalah Rp30 miliar (beda dengan KPK sebesar Rp70 miliar).
"Penambahan anggaran Rp24 trilun ini diperlukan untuk kesejahteraan Jaksa termasuk penambahan gaji yang cukup agar terhindar dari perilaku menyimpang", imbuh Boyamin.
Dia menjelaskan, gaji Jaksa Agung dan jajaran dibawahnya masih cukup rendah apabila dibandingkan dengan Pimpinan KPK dan jajaran dibawahnya. Misalnya Pelaksana (Penyidik dan Penuntut) di Kejaksaan Agung hanya bergaji Rp.11 Juta, sementara Pelaksan di KPK (Penyidik dan Penuntut) berkisar Rp. 25 juta.
"Begitupun dengan pejabat eselon II Kejaksaan Agung (Direktur dan Kepala Kejaksaan Tinggi) hanya bergaji Rp. 25 juta, dibanding eselon II KPK (Direktur dan Kepala Biro) yang bergaji Rp.40 juta", lanjutnya.
Pejabat eselon I Kejagung (Jaksa Agung Muda dan Staff Ahli) hanya bergaji Rp.30 Juta, sementara eselon I KPK (Sekjen dan Deputi) bergaji sekitar Rp. 60 juta dan Jaksa Agung hanya bergaji Rp. 35 juta, sedangkan Pimpinan KPK bergaji sekitar Rp. 100 juta.
"Sisi lain untuk menjaga marwah Jaksa dan untuk mencegah dugaan penyimpangan, diperlukan penguatan Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) dalam bentuk diberi kewenangan untuk melakukan Penyidikan Tindak Pidana terhadap oknum jaksa nakal (tidak sekedar proses kode etik). Selain itu semestinya ditambah anggaran untuk Jamwas", tandas Boyamin.
Selain perkara minyak goreng, kata Boyamin, Kejaksaan Agung selama masa pemerintahan Presiden Jokowi Kedua (2019-2022) telah menangani perkara lain dengan penyelamatan kerugian negara yang sangat tinggi dan fantantis seperti Kasus Jiwasraya di mana aset dan uang negaran yang bisa diselamatkan senilai Rp.18 triliun dari kerugian Rp16 triliun.
Kasus tersebut antara lain, kasus Asabri yang mampu menyelamatkan uang negara Rp.16 dari kerugian Rp20 trilun. Kasus Impor Tektil Batam menyelelamatkan kerugian perekonomian negara Rp1,2 trilun. Kasus Mafia Minyak Goreng yang mampu menyelamatkan perekonomian Rp5,6 triliun (dihitung dari jumlah Bantuan Langsung Tunai ( BLT ) untuk 6 bulan. Kasus Lembaga Pembiayaan Ekpor Impor (LPEI) Rp. 2,5 triliun. Kasus Garuda Rp. 3,6 trilun dan Kasus-kasus lain yang belum bisa dihitung dikarenakan peyidikan masih berjalan seperti Waskita Precast, kasus impor Baja dan lain-lain.
"Jika dijumlahkan kerugian negara yang bisa diselamatkan Kejaksaan Agung adalah Rp. 46,8 Trilyun", pungkas Boyamin. (*)